MAKALAH
TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
KELOMPOK II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
NAMA SEKOLAH
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan dan
penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam tugas makalah ini mungkin
banyak sekali kekurangannya. Oleh sebab itu jika saudara(i) yang turut serta
membaca makalah ini, bisa menyampaikan saran-sarannya.
Tangerang, 4 Feb 2017
Muhamad Sadam Husin
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
....................................................................................
i
DAFTAR ISI
....................................................................................................
ii
I.
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... ...... 1
A. Latar
Belakang ..................................................................................................
1
B.
Tujuan ..............................................................................................................
1
C.
Rumusan Masalah
............................................................................................
1
II. BAB II
PEMBAHASAN ..............................................................................
2
A.
Pengertian Mahkamah Konstitusi
..................................................................
2
B.
Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi.................................................
2
C.
Tanggung Jawab dan Akuntabilitas MK.........................................................
3
D. Bimtek
PILKADA 2017 …………………………………………………… 5
III.
PENUTUP....................................................................................................
9
Kesimpulan
............................................................................................................
9
Saran........
..............................................................................................................
9
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mahkamah Konstitusi (MK) pada pokoknya memang perlu
untuk dibentuk karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang
mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama
sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi
prinsip-prinsip baru dalam system kenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya
system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti
system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
Akibat dari perubahan tersebut, maka perlu diadakannya
mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara
lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan sama atau bersifat sederajat, yang
kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
B.
Tujuan
Penulisan
Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara serta agar ingin lebih megkaji dan
memahami tentang Hukum Tata Negara.
C.
Rumusan
Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan Mahkamah Konstitusi ?
2. Apa saja
Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi ?
3. Bagaimana
Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Mahkamah Konstitusi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (disingkat
MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Permohonan yang diatur secara tertulis kepada Mahkamah
Konstitusi adalah mengenai :
1. Pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Sengketa
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pembubaran partai
politik.
4. Perselisihan
tentang hasil pemilihan umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela, dan / atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B.
Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan kewenangan
Mahkamah Konstitusi adalah :
1. Berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan
Umum.
2. Wajib memberi
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berupa :
a. Pengkhianatan terhadap Negara
adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak
pidana korupsi atau penyuapan sebagaiana diatur dalam Undang-Undang.
c. Tindak pidana berat lainnya adalah
tindak pidana yang diancam dengan pudana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih
d. Perbuatan yang tercela adalah
perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan /atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/ Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 6
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan mahkamah konstitusi
disepakati untuk ditentukan secara limitatif dalam undang-undang dasar.
Kesepakatan ini mengandung makna penting, karena mahkamah konstitusi akan
menilai konstitusionalitas dari suatu undang-undang atau sengketa antar lembaga
negara yang kewenangannya ditentukan dalam undang-undang dasar, karena itu
sumber kewenangan mahkamah konstitusi harus langsung dari undang-undang dasar.
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa Mk mempunyai
4 Kewenangan Konstitusional yaitu :
1. Menguji
undang-undang terhadap UUD
2. Memutuskan
sengketa kewenangan antara lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3. Memutuskan
sengketa hasil pemilu
4. Memutuskan
pembubaran partai politik .
Sementara kewajiban Konstitusi MK adalah memutuskan
pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan
pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/
atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.
C.
Tanggung
Jawab dan akuntabilitas MK
Tanggung jawab Mahkamah Konstitusi adalah mengatur
organoisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip
pemerintahan yang baik dan bersih.
Mahkamah Konstitusi berkewajiban mengumumkan laporan
berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai :
1.
Permohonan
yang terdaftar, diperiksa, dan diputuskan.
2.
Pengelolaan
keuangan dan tugas administrasi Negara lainnya.
Laporan sebagaimana dimaksud diatas dimuat dalam
berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Hakim Konstitusi harus mempunyai syarat sebagai
berikut :
1. Memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela
2. Adil, dan
3. Negarawan
yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang
calon harus memenuhi syarat diantaranya :
1. Warga Negara
Indonesia
2. Berpendidikan
sarjana hukum
3. Berusia
sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan
4. Tidak pernah
dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang lebih memperoleh
kekuatan hukum tetap karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
5. Tidak sedang
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan ; dan
6. Mempunyai
pengalaman kerja dibidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim
Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan
masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung. 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat
, dan tiga orang oleh Presiden.
Masa jabatan
Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih
dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua
MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa
jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa
jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir
sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
Sejarah MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali
dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24C, dan pasal
7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ssetelah disahkannya Perubahan Ketiga
UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR
menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sebagaimana diatur dalam
pasal III aturan peralihan UUD 1945 hasil perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan
Undang-Undang tantang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam
, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang mahkamah Konstitusi pada 13 agustus 2003 dan disahkan oleh
Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003,
Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi diistana Negara pada
tanggal 16 agustus 2003.
Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof.
dr . jimli Asshiddiqie SH. Guru Besar hukum tata Negara Universitas Indonesia
kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antara anggota hukum
Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.
D. Bimtek Penyelesaian Perkara Pilkada 2017 Bagi KPUD
Sekretaris
Jenderal MK M. Guntur Hamzah secara resmi membuka Bimtek PHP Kada 2017, Senin
(10/10) di Aula Graha Konstitusi-3 Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi,
Cisarua Bogor. Foto Humas/Nur.
Mahkamah
Konstitusi (MK) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyelesaian Perkara
Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (PHP Kada) 2017 Bagi
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) se-Indonesia pada 10-12 Oktober 2016 di
Pusat Pendidikan (Pusdik) Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor.
Sekretaris
Jenderal MK M. Guntur Hamzah secara resmi membuka Bimtek PHP Kada 2017
tersebut, Senin (10/10) siang di aula Grha Konstitusi-3 Pusdik Pancasila dan
Konstitusi. Dalam sambutannya, menyebut kesuksesan gelaran Pilkada Serentak
2016 tidak dapat diukur sekadar dari terlaksananya secara lancar pemungutan
suara dan penetapan hasil perolehan suara para kontestan. Namun, ditentukan
juga oleh mekanisme penyelesaian perselisihan hasil perolehan suara dilakukan.
“Semakin
perselisihan dapat diselesaikan dalam koridor hukum, secara damai, adil dan
bermartabat serta hasilnya diterima dengan lapang dada, maka pilkada serentak
barulah dikatakan sukses,” ujar Guntur di hadapan 169 anggota KPUD dari
berbagai daerah di Indonesia.
Dengan kata
lain, pilkada serentak dapat dikatakan sukses setelah semua tahapan dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. “Termasuk juga bagaimana Mahkamah Konstitusi
telah memutus secara adil, damai dan bermartabat melalui putusan yang bersifat final
dan binding,” tegas Guntur yang hadir bersama Kepala Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (P4TIK) MK, Noor Sidharta.
Usai
pembukaan bimtek, berlanjut dengan penyampaian materi oleh para narasumber yang
kompeten di bidangnya. Dalam materi yang berjudul “Mahkamah Konstitusi dan
Putusan-Putusan Landmark di Bidang Pilkada”, Mantan Ketua MK sekaligus
Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menjelaskan landmark decision
memiliki makna sebagai putusan yang menyejarah dan membuat sejarah.
“Putusan MK
terhadap Pilkada Jawa Timur beberapa tahun lalu yang menjadi persaingan antara
Khofifah Indarparawansa dengan Soekarwo termasuk landmark decision.
Putusan ini termasuk membuat sejarah. Sebelum putusan ini dijatuhkan, dalam
persidangan muncul argumentasi-argumentasi Khofifah mengenai jalannya Pilkada
Jatim. Saat itulah ia memunculkan istilah TSM, yakni terstruktur, sistematis,
masif mengenai pelanggaran pilkada. Istilah ini terus dikenal sampai sekarang,”
ungkap Jimly yang juga menyebutkan putusan MK terhadap UU Antiteroris termasuk landmark
decision yang beritanya sangat meluas, bahkan mendunia.
Dijelaskan
Jimly, di Inggris putusan bersejarah atau di Amerika dikenal dengan nama landmark
decision, disebut dengan leading case atau kasus yang memimpin.
Umumnya kasus-kasus dengan putusan bersejarah ini mengubah kebiasaan,
kelaziman, konvensi. “Putusan-putusan yang membuat sejarah atau landmark
decision inilah yang mengubah praktik bernegara di Indonesia,” ujar Ketua
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.
Selanjutnya,
Komisioner KPU RI Ida Budhiati menyampaikan materi “Advokasi Sengketa
Perselisihan Hasil Pilkada”. Dijelaskan Ida, terdapat Kerangka Penegakan Hukum
Pilkada dalam sengketa pilkada yang mencakup sengketa proses berupa pelanggaran
administrasi, sengketa pemilihan, sengketa tata usaha negara pemilihan, serta
pelanggaran administrasi politik uang. “Selain itu, Kerangka Penegakan Hukum
Pilkada meliputi pelanggaran kode etik, tindak pidana pemilihan dan sengketa
perselisihan hasil pemilihan,” tambahnya.
Lebih lanjut
Ida menerangkan berbagai sengketa terkait Pilkada. Di antaranya ada Sengketa
Proses Pilkada yang terdiri atas pelanggaran kode etik yang ditangani DKPP.
Kemudian ada jenis sengketa tindak pidana pemilihan ditangani oleh Pengadilan
Negeri. Juga ada sengketa perselisihan hasil pemilihan ditangani oleh Mahkamah
Konstitusi.
Hari kedua
bimtek, Selasa (11/10) hadir Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Daniel Zuchron yang menyampaikan materi “Sistem Pengawasan dalam Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak”. Daniel menyampaikan, sengketa
pemilihan terdiri atas sengketa antara peserta pemilihan dan sengketa antara peserta
pemilihan dan penyelenggara pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. “Sengketa pemilihan gubernur diselesaikan
oleh Bawaslu Provinsi. Sedangkan sengketa pemilihan bupati/walikota
diselesaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota,” jelas Daniel.
Pengajuan
Permohonan
Sekjen MK M.
Guntur Hamzah pun turut menyajikan materi bertajuk “Hukum Acara dan Mekanisme
Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”.
Guntur mengungkapkan berbagai hal mengenai mekanisme pengajuan permohonan
Pemohon dalam perselisihan Pilkada. Di antaranya, menyoroti tenggang waktu
pengajuan permohonan.
“Sesuai
dengan aturan baru, permohonan Pemohon diajukan ke Mahkamah paling lambat tiga
hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil
pemilihan. Adapun yang dimaksud tiga hari kerja sejak Termohon mengumumkan
penetapan perolehan suara hasil pemilihan adalah hari dan jam kerja yang
berlaku pada Mahkamah,” imbuh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas
Hasanuddin tersebut.
Contohnya,
hari kerja MK adalah Senin sampai dengan Jumat pukul 07.30 - 16.00 WIB.
Misalnya, KPUD tertentu mengumumkan pada Rabu, 22 Februari 2017 pukul 15.30
WIB. Batas waktu penyerahan permohonan adalah sampai dengan Jumat, 24 Februari
2017 pukul 16.00 WIB. Apabila KPUD tersebut mengumumkan pada Jumat, 25 Februari
2017 pukul 17.00 WIB di luar jam kerja MK. Batas waktu penyerahan permohonan
adalah sampai Rabu, 1 Maret 2017 pukul 16.00 WIB.
Gratifikasi
Bukan hanya
terkait mekanisme beracara dalam PHP Kada, MK pun memberikan materi gratifikasi
yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aktivis anti
korupsi Febri Diansyah yang dihadirkan oleh KPK menjelaskan pengertian
gratifikasi secara gamblang kepada peserta bimtek.
“Pengertian
gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, pemberian dalam
arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima
di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,” ujar Febri.
Namun
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001
berbunyi,
“Setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya.” Sedangkan Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No.
20/2001 berbunyi,
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”(Nano Tresna Arfana/lul)
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”(Nano Tresna Arfana/lul)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang baru yang diintrodusir
pada perubahan UUD 1945, untuk menjaga
kemurnian konstitusi dengan kewenangan untuk menguji konstitusionalitas suatu
undang-undang terhadap undang-undang dasar serta kewenangan lainnya yang
terkait dengan fungsinya sebagai the guardian of the constitution, memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus sengketa pemilu, memutus
pembubaran partai politik serta mengadili dan memutuskan pendapat DPR mengani
usul pemberhentian presiden.
2. Posisi mahkmah konstitusi nampak lebih tinggi dibanding lembaga negara
lainnya ketika memutus konstitusionalitas dari suatu ketentuan undang-undang.
Walaupun demikian sesungguhnya dalam struktur ketatanegaran RI, posisi mahkamah
konstitusi sejajar dengan lembaga negara yang lainnya dengan kewenangan yang
secara limitatif diberikan undang-undang dasar.
Saran
Mahkamah konstitusi bersifat
pasif, hanya memutus perkara yang diajukan kepadanya dan tidak dapat memberikan
fatwa selain dalam hubungan dengan putusan perkara yang diajukan kepadanya
sesuai kewenangan yang ditentukan undang-undang dasar. Pelaksanaan putusan
mahkmah konstitusi berada ditangan lembaga negara yang dikenai atau terkait
putusan itu.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu Mahkamah yang
paling tinggi bersama Mahkamah Agung , Mahkamah Agung hanya memperhubungkan
dengan Undang-Undang, dan Peraturan Daerah, sedangkan Mahkamah Konstitusi
(Judicial review) menempatkan UUD 1945, Undang-undang, yang mengkaji
Undang-undang dengan UUD 1945. Agar maksud tersebut bisa dicanangkan maka
hendaklah pemerintah seperti Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak melakukan
hal-hal yang membuat kesalahan yang tidak bertanggung jawab karena Mahkamah
Konstitusi akan menindak tegasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Didit Hariadi Estiko &
Suhartono, Mahkamah Konstitusi, Lembaga Negara Baru Pengawal Konstitusi,
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI,
2003.
Jimli Asshiddiqy, Model-Model
Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Cet.I, Jakarta: Konstitusi
Press, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Konstitusi_Indonesia
Thanks for reading & sharing AYOO..!! BERBAGI
0 komentar:
Posting Komentar